paud.umsida.ac.id — Bermain bukan sekadar aktivitas menyenangkan bagi anak usia dini, melainkan juga sarana penting untuk menstimulasi seluruh aspek perkembangan mereka.
Hal inilah yang menjadi fokus penelitian Dr Luluk Iffatur Rocmah SS MPd, dosen Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PGPAUD) Fakultas Psikologi dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (FPIP Umsida), melalui riset berjudul Penerapan Permainan Konstruktif di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Sambiroto.
Stimulasi Permainan Konstruktif untuk Optimalkan Perkembangan Anak Usia Dini
Penelitian ini mengungkap bahwa permainan konstruktif, seperti balok, lego, plastisin, clay, dan puzzle tidak hanya menghibur, tetapi juga mampu mengembangkan kognitif, motorik halus, sosial, emosional, serta kreativitas anak.
“Melalui bermain, anak belajar memecahkan masalah, berpikir kreatif, dan mengekspresikan imajinasi mereka dengan cara yang alami,” jelas Dr. Luluk.
Menurutnya, masa usia dini merupakan masa keemasan (golden age) dalam perkembangan anak. Pada tahap ini, anak membutuhkan stimulasi yang tepat agar potensi mereka berkembang optimal.
Dengan pendekatan belajar melalui bermain, guru dapat menghadirkan pengalaman belajar yang menyenangkan, memotivasi, dan bermakna.
“Bermain memberi anak kebebasan untuk bereksperimen dan bereksplorasi, sekaligus menumbuhkan rasa percaya diri,” tambahnya.
Belajar dari Pengalaman Nyata Anak
Penelitian yang dilakukan Dr Luluk ini menggunakan metode kualitatif fenomenologis, dengan lokasi di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Sambiroto.
Ia melibatkan kepala sekolah, guru, dan peserta didik sebagai sumber data utama. Melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi, penelitian ini menggambarkan secara mendalam bagaimana permainan konstruktif diterapkan dalam kegiatan belajar sehari-hari di kelas.
Hasil observasi menunjukkan bahwa guru memberi kebebasan kepada anak untuk menciptakan bentuk sesuai daya imajinasi masing-masing. Anak bebas merangkai balok menjadi rumah, mobil, menara, atau bentuk imajinatif lainnya.
Setelah itu, guru memberikan kesempatan anak menjelaskan hasil karyanya sebagai bentuk apresiasi dan komunikasi dua arah.
“Guru tidak sekadar mengamati, tapi juga menghargai hasil karya anak, karena hanya anak yang memahami makna di balik ciptaannya,” terang Dr Luluk.
Dalam konteks pendidikan anak usia dini, permainan konstruktif berperan sebagai media belajar aktif yang membantu anak menghubungkan ide abstrak dengan benda konkret. Anak belajar melalui tindakan langsung meremas plastisin, menyusun balok, hingga memecahkan masalah bentuk dan keseimbangan.
Pendekatan ini sejalan dengan teori konstruktivisme Piaget, yang menekankan bahwa anak membangun pengetahuan melalui pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya.
“Ketika anak bermain, mereka tidak sekadar mengikuti instruksi. Mereka menciptakan, menafsirkan, dan menemukan hal baru dari pengalaman mereka sendiri,” jelas Dr Luluk mengutip pandangan Piaget.
Dari Kognitif hingga Kreativitas Anak
Penelitian ini menunjukkan bahwa permainan konstruktif berdampak positif terhadap berbagai aspek perkembangan anak.
Pertama, pada aspek kognitif, anak belajar berpikir logis, mengenali pola, dan mengingat bentuk yang mereka lihat di kehidupan sehari-hari. Aktivitas membangun membantu anak melatih kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah.
Kedua, aspek motorik halus berkembang melalui gerakan tangan saat meremas, menekan, dan menyusun benda kecil seperti balok atau plastisin. Koordinasi mata dan tangan terlatih, sehingga anak menjadi lebih siap untuk kegiatan menulis di tahap berikutnya.
Ketiga, aspek sosial dan emosional terlihat dari interaksi anak saat bermain bersama teman sebaya. Mereka belajar berbagi, bekerja sama, berkomunikasi, serta menghargai hasil karya orang lain. Di sisi lain, permainan konstruktif juga membantu anak menumbuhkan rasa percaya diri dan kebanggaan terhadap karya sendiri.
Keempat, permainan ini memperkuat kreativitas dan imajinasi anak. Melalui kegiatan membangun, anak berlatih mengekspresikan ide dan berimajinasi tanpa batas. Anak-anak yang sering bermain konstruktif cenderung memiliki fleksibilitas berpikir yang lebih tinggi dan lebih berani mencoba hal baru.
Dr Luluk menyimpulkan bahwa permainan konstruktif adalah strategi pembelajaran efektif yang menyeimbangkan aspek bermain dan belajar.
“Dengan memberikan kesempatan anak membangun sesuatu dari imajinasinya, kita bukan hanya mengajarkan keterampilan teknis, tetapi juga membentuk karakter kreatif, percaya diri, dan mandiri sejak dini,” ujarnya.
Temuan ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi para guru PAUD dalam merancang pembelajaran yang berorientasi pada anak (child-centered learning). Selain itu, hasil riset ini juga menjadi bahan refleksi bagi lembaga pendidikan anak usia dini di bawah naungan Aisyiyah dan Muhammadiyah untuk terus memperkaya metode pembelajaran berbasis bermain kreatif di era modern.
Penulis: Mutafarida