paud.umsida.ac.id – Tim dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) dari Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Psikologi dana Ilmu Pendidikan (PG PAUD FPIP) dan Manajemen menggelar program pengabdian masyarakat di TK ABA Bustanul Athfal IV Sumorame, Candi, Sidoarjo, yang bertujuan meningkatkan literasi dan inklusi keuangan anak usia dini menggunakan pendekatan Project Based Learning (PBL). Program ini mendukung pencapaian SDGs poin ke-4 tentang pendidikan berkualitas, dan melibatkan guru serta siswa PAUD dalam pembelajaran kontekstual yang relevan dan menyenangkan.
Meningkatkan Literasi Keuangan Sejak Usia Dini
Tujuan dari kegiatan ini adalah menanamkan kesadaran literasi dan inklusi keuangan pada anak usia dini dan guru melalui model pembelajaran berbasis proyek. “Anak-anak di usia PAUD perlu dikenalkan pada konsep dasar keuangan agar sejak dini memiliki pemahaman dan kebiasaan yang baik dalam mengelola uang,” ujar Dr. Choirun Nisak Aulina, dosen PG PAUD FPIP Umsida sekaligus salah satu penulis dalam kegiatan ini.
Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia yang tercermin dari hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK tahun 2022. Rendahnya pemahaman dasar keuangan ini berpotensi berlanjut hingga dewasa jika tidak ditanamkan sejak dini.
Melalui observasi awal di TK ABA IV Sumorame yang memiliki 64 siswa dan 7 guru, ditemukan bahwa belum ada kurikulum atau program khusus yang membahas literasi keuangan secara eksplisit. “Masalahnya, meski mereka mengenal angka atau berhitung, anak-anak belum diarahkan untuk memahami konsep uang, menabung, atau memilih antara kebutuhan dan keinginan,” tambahnya.
Bagaimana Metode Project Learning Diterapkan?
Kegiatan ini mengusung pendekatan Participatory Action Research (PAR) dan dilaksanakan dalam dua tahap utama. Pertama, pelatihan dan pendampingan guru sebagai agen utama dalam pembelajaran. Kedua, penerapan langsung kepada siswa melalui proyek yang menyenangkan dan kontekstual.
Pada tahap pertama, guru mendapatkan pelatihan seputar konsep literasi dan inklusi keuangan serta metode pengajaran berbasis proyek. “Kami tidak ingin program ini sekadar transfer pengetahuan, tapi juga transfer praktik. Guru-guru kami libatkan langsung dalam merancang dan menjalankan pembelajaran,” jelas Mochamad Rizal Yulianto, salah satu anggota tim Abdimas.
Tahap kedua, guru bersama tim Abdimas mengajak anak-anak mengenal uang melalui kegiatan bermain sambil belajar. Anak-anak diminta membuat simulasi pasar mini, mengenal uang mainan, serta diskusi ringan seputar menabung. Proyek-proyek ini dirancang berkelompok agar siswa belajar bekerja sama, membuat keputusan, dan berpikir kritis.
“Dengan PBL, siswa tidak hanya menerima informasi secara pasif, tapi terlibat aktif melalui tahapan observasi, perencanaan, pelaksanaan proyek, dan refleksi. Hasilnya lebih bertahan lama dalam memori mereka,” terang Arbiya Magfiroh Rohmi, salah satu dosen tim.
Apa Dampaknya dan Bagaimana Prospek Ke Depan?
Hasil observasi menunjukkan perubahan positif baik dari sisi guru maupun siswa. Guru mulai terbiasa menyisipkan nilai-nilai keuangan dalam kegiatan belajar harian, sementara siswa menunjukkan perilaku yang lebih sadar terhadap uang dan menabung.
“Salah satu siswa kami bahkan dengan bangga membawa celengan ke sekolah dan bercerita soal keinginannya membeli mainan dengan uang sendiri, bukan minta orang tua,” ungkap salah satu guru ABA IV dengan antusias.
Pendekatan ini juga memberi kontribusi terhadap capaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan ke-4 tentang pendidikan berkualitas yang inklusif dan setara. Pendidikan literasi keuangan di usia dini menjadi langkah preventif untuk menyiapkan generasi yang tidak hanya cerdas akademik, tapi juga bijak dalam mengelola keuangan.
Dr. Choirun Nisak menegaskan, “Program ini bisa direplikasi di sekolah-sekolah PAUD lainnya dengan dukungan dari kampus dan dinas pendidikan. Kami berharap lebih banyak sekolah melihat pentingnya pendidikan keuangan sejak usia dini, bukan hanya di tingkat SMP atau SMA.”
Penulis: Mutafarida