paud.umsida.ac.id — Penelitian yang dilakukan oleh Evie Destiana SSn MPd dosen Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (PGPAUD Umsida), bersama rekannya, menyoroti pertunjukan seni Tongling sebagai bagian dari identitas budaya masyarakat Wonomulyo, Genilangit, Magetan. Melalui seni musik tradisional ini, masyarakat Wonomulyo mengungkapkan rasa syukur dan melestarikan budaya lokal yang memiliki nilai tinggi. Penelitian ini membahas tentang bagaimana seni Tongling menjadi simbol kebersamaan dan keberlanjutan budaya di desa tersebut.
Tongling Sebagai Identitas Budaya Wonomulyo
Wonomulyo, sebuah desa yang terletak di Kecamatan Poncol, Magetan, Jawa Timur, memiliki banyak potensi budaya yang belum banyak dikenal. Salah satu keunikan budaya desa ini adalah pertunjukan Tongling, yang terdiri dari musik dan tari tradisional menggunakan alat musik bambu. Tongling, yang berasal dari kata kentongan dan suling, memiliki makna penting dalam sejarah desa, sebagai simbol rasa syukur atas keberhasilan masyarakat yang telah membangun desa dari hutan menjadi sebuah pemukiman yang makmur.
Menurut Evie, seni Tongling pertama kali diciptakan pada tahun 1994 oleh seorang warga yang berjiwa seni dan ingin memperkenalkan alat musik bambu khas Wonomulyo sebagai warisan budaya. Sejak saat itu, seni pertunjukan ini menjadi ciri khas Wonomulyo dan dipertunjukkan pada acara-acara penting, seperti panen raya, penyambutan tamu, dan perayaan-perayaan lainnya.
Sebagai bentuk ekspresi budaya yang mengakar dalam kehidupan masyarakat Wonomulyo, seni Tongling tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai sarana pengingat tentang sejarah dan identitas desa mereka. “Dengan memainkan musik Tongling, masyarakat tidak hanya merayakan hasil panen, tetapi juga memperkokoh identitas mereka sebagai warga Wonomulyo,” jelas Evie.
Aspek Musik dan Simbolisme dalam Pertunjukan Tongling
Pertunjukan Tongling menggabungkan berbagai elemen musik, tari, dan cerita yang mencerminkan nilai-nilai budaya dan sosial masyarakat Wonomulyo. Dalam pertunjukan ini, alat musik yang digunakan antara lain kentongan, suling, angklung, calung, dan gamelan. Masing-masing alat musik ini memainkan peran penting dalam menciptakan harmoni yang menggambarkan kehidupan dan kebersamaan masyarakat setempat.
Lagu-lagu yang dinyanyikan dalam pertunjukan Tongling biasanya berkisah tentang kehidupan di desa Wonomulyo, tentang kebersamaan dalam bekerja dan bertani, serta tentang keindahan alam sekitar. Dalam setiap pertunjukan, penonton akan melihat suluk, yakni bagian dari pertunjukan yang menceritakan asal-usul desa dan semangat gotong royong.
Evie menambahkan bahwa pertunjukan Tongling memiliki makna lebih dari sekadar hiburan. “Seni ini adalah cara masyarakat untuk mengungkapkan rasa syukur atas hidup yang mereka miliki, serta untuk mengenalkan nilai-nilai sosial yang sangat penting dalam kehidupan mereka, seperti kebersamaan dan kerja keras,” ujar Evie.
Tongling Sebagai Simbol Kebersamaan dan Identitas Desa
Berdasarkan penelitian ini, Tongling bukan hanya sekadar seni tradisional, melainkan juga simbol kebanggaan dan identitas masyarakat Wonomulyo. Meskipun masyarakatnya berasal dari berbagai latar belakang agama dan kepercayaan, seni ini berhasil menyatukan mereka dalam satu semangat yang sama, yaitu semangat kebersamaan dan persaudaraan.
Evie berharap bahwa penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam mempromosikan Tongling sebagai salah satu seni tradisional yang perlu dilestarikan, tidak hanya di Wonomulyo, tetapi juga di tingkat nasional. Selain itu, keberadaan seni ini juga dapat menjadi daya tarik wisata budaya yang mendukung perekonomian lokal di Wonomulyo dan sekitarnya.
Ke depan, Evie berharap masyarakat Wonomulyo dapat terus melestarikan seni ini, dan menjadikannya sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia yang dapat dikenalkan ke dunia luar. “Tongling adalah simbol identitas budaya yang tidak boleh hilang, karena ia mencerminkan semangat persatuan dan kebersamaan dalam masyarakat,” pungkasnya.
Penulis: Mutafarida